Sabtu, 22 Maret 2014

Perasaan Yang Seharusnya Tidak Terjadi

Bulan bersinar dengan terang, semilir angin sepai-sepoi disertai dengan alunan musik yang merdu membuat indahnya pada malam hari ini. Aku bersama sahabatku duduk menikmati indahnya malam ini, sambil menunggu sang putri tiba. Menunggu itu memang hal yang sangat membosankan tetapi menunggu sang putri datang itu, membuat hati penasaran. Lima menit kemudian, rasa kepenasaran hati ini telah terjawab. Ya, seperti apa yang telah ku kira, dia memiliki paras yang cantik dan anggun seperti putri yang tinggal di istana yang megah. Kecantikannya itu membuat semua orang tidak berhenti untuk memandanginya. Seperti pemandangan indah dan asri yang membuat sejuknya hati ini. Sempat aku iri melihatnya, akupun ingin sepertinya tetapi aku sadar ini bukan fairy tale yang berada di cerita. Dia hanya temanku, teman sekelasku, teman seperjuanganku, yang bernama Via Lidia Savani bukan sang putri. Via hanya merayakan pesta ulangtahunnya yang ke 17 tahun bersama sahabat, teman-teman, dan keluarganya karena pada hari ini adalah tanggal kelahirannya. Acara pembukaanpun berlangsung yang dimulai dengan doa bersama terlebih dahulu. Setelah itu, memasuki acara intinya. Tidak lama dari acara pembukaan, aku melihat dari kejauhan ada empat orang datang yang akan memasuki acara ini. Entah mengapa, tiba-tiba jantungku berdetuk begitu kencangnya, begitu hebatnya sampai aku tidak bisa mengatur aliran nafasku ini. “Fir, lihat kedepan. Dia datang.” Kataku dengan gemetar ucapanku. “Siapa zi?” jawab fira. “Nova. Dia datang.” Jawabku dengan panik. “iya zi, dia ada disini.” Jawab fira dengan santainya. “Ah, bagaimana bisa ini terjadi? Mengapa dia datang? Mengapa dia diundang?” kataku sambil kesal. “ yasudah tidak apa-apa. Zia kan udah lama tidak bertemu dengannya, jadi tidak masalah dong bertemu dia di acara ini.” Jawab fira menghangatkan suasana. “Iya sih tapi kan fir, kamu harus tahu perasaanku sesungguhanya, jantungku ini berdetak begitu kencangnya. Deg-degan banget.” Jawabku sambil mengelus dada. “Hahaha.. Sabar zi, santai aja. Kamu sih udah lama tidak bertemu jadinya deg-degan gitu.” Jawab fira. Akupun tidak bisa menjawab ucapan fira itu karena aku sedang berusaha menenangkan hati dan bibirku yang bergemetar dari tadi ketika pembicaraan berlangsung. Kakiku juga tidak bisa berhenti untuk diam. Rasanya, seluruh badanku ini ingin lepas dari rohnya. “mengapa perasaan aku seperti ini?” gumamku dalam hati. Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Aku hanya bisa terdiam menikmati acara yang sedang berlangsung. Acara intinya pun telah berlangsung, kami segera menikmati hidangan makanan di restaurant tersebut. Menu makanannya tampak terlihat enak dan lezat sehingga menggugah selera untuk makan lebih banyak. Tetapi, dengan kondisi nafsuku yang sedang tidak baik, makanan itu hanyalah racun yang bila dimakan akan menyebabkan penyakit. “Zi, ayoo kita makan.” Ajak fira. “ tidak fir, aku tidak nafsu makan.” Jawabku. “kamu kan belum makan zi nanti kamu sakit.” Jawab fira dengan peduli. “Fir, hatiku masih saja deg-degan seperti ini apalagi jika aku ke tempat meja makan. Dia ada disana” Jawabku dengan nada sedih. Fira pun memeluk dan mengelusku lalu menjawab “Zi, tenangkan hatimu, santai saja. Apa aku saja yang mengambilkan makanan untukmu?” “Jangan fir, udah aku saja. Ayoo kita makan!” jawabku dengan ragu. Aku dan fira pun mengantre untuk mengambil makanan di meja makan. Walaupun Nova sedang makan disekitar meja makan, aku berusaha memberanikan diri dan menenagkan hatiku dengan cara berbincang-bincang bersama teman-temanku yang sedang mengambil makanan. Setelah selesai mengambil makanan, aku berjalan tepat di hadapannya yang seakan-akan aku tidak melihat nova, begitu pula dengannya yang sedang asyik menyantap makanan sambil berbincang dengan teman-temannya. Setelah selesai makan, acara itupun dimulai kembali dengan persembahan dari teman sekelas via. Suasana sangat seru dan ramai dalam acara pesta ulang tahun via. Acara ulang tahun via pun diisi dengan persembahan dari kedua orangtuanya. Mereka memberikan hadiah untuk nomor yang di sebutkan akan dipanggil ke depan dan menerima hadiah sebagai orang yang beruntung. Aku pun salah satunya nomor yang disebutkan dan menerima hadiah dari kedua orangtuanya. Namun, nama Nova lah yang sering disebutkan oleh ibunya. Rasa kesal bosan muncul dalam benakku ini karena, Nova seakan-akan telah menjadi pangeran untuk sang putri yang sedang merayakan pesta ulang tahunnya. Dan pangeran adalah salah satu pelengkap meriahnya dalam acara kebahagiaan sang putri. Namun, tak bisa kupungkiri, Nova datang ke acara pesta ulangtahun via karena nova masih peduli, dan menginginkan kehadirannya itu membuat via bahagia. Mungkin ini menjadi alasan salah satunya yang membuat aku tidak mengerti akan perasaanku yang sesungguhnya. “Mungkin, aku senang bisa bertemu dengannya tetapi di sisi lain, aku sedih melihat mereka bahagia. Entahlah, mengapa semua ini bisa terjadi kepadaku? Aku tidak mengerti.” Kataku dalam hati. Aku hanya bisa bersabar dan menenangkan perasaanku ini ke arah jalan pikiran yang normal. “Aku bukan sang putri, dan pangeran tidak cocok untukku.” Ucapku dalam hati yang sedih. Acara selanjutnya diisi dengan foto-foto bersama. Ketika ada kesempatan posisi aku dekat dengannya, akupun dengan percaya diri memberanikan menyapa terlebih dahulu “Hai, kemana aja nov? sombong banget sih.” “Hai, hahaha nggak kok.” jawab nova. Dia berubah dan dia telah berubah itulah kesimpulanku saat berbincang dengannya. Setelah selesai berfoto, ada sebagian yang pulang ke rumah dan ada yang mengikuti sampai acara berakhir. Akupun mengikuti acara sampai berakhir. Acara ditutup dengan membuat lingkaran sambil bernyanyi bersama dan ucapan terimakasih dari via, dan kedua orangtuanya. Saat aku dan fira mencari tempat yang kosong untuk berdiri dalam lingkaran itu, lalu menemukan tempatnya, tibat-tiba fira langsung berkata “Zi, tidak salah lagi, aku berada di posisi yang tepat.” Aku bingung mendengar pernyataannya. Ketika aku melihat ke samping fira ternyata ada nova. Aku hanya bisa tersenyum menjawabnya. Nova yang langsung melirik ke arahku dan akupun melirik kepadanya membuat perasaanku ini menjadi tidak karuan. “Mengapa dia ada disamping fira? Kenapa posisi kita berdekatan?” gumamku dalam hati. Tak lama kemudian, nova berkata “Hai, masih sering menangis gak? Hahaha” “Nggak lah.” Jawabku. Mungkin, itu candaan terakhir darinya. Setelah sekian lamanya dia menjauhkan dan mencampakkanku sebagai sahabatnya atau temannya. Entah perasaanku ini seperti apa. Tetapi, malam ini dia berdiri tepat di sebelah sahabatku, Aku-Fira-Nova.